Rasisme di mana-mana, benarkah?
Ditranslasikan oleh Hamza.
Sumber: Racism is everywhere, is it really?
Tulisan ini mengenai kurangnya empati yang dapat berujung pada tuduhan rasisme dan bagaimana pandangan mengenai rasisme yang menular adalah sesuatu yang lebih buruk dari apa yang seharusnya diperbaiki.
Dalam sebuah artikel berjudul Chronicle of Higher Education, ditulis oleh Marcia Chatelain, seorang curricular activist, rasisme ditemukan hampir di mana-mana dan membatasi diskusi akademis merupakan bagian yang penting dalam upaya perbaikan. "Kampus-kampus itu terlibat dalam menumbuhkan dan menyemangati nasionalis kulit putih".
Beberapa orang setuju bahwa kampus-kampus memang "mempromosikan" nasionalis kulit putih. Tapi banyak yang mungkin merasakan bahwa kampus-kampus tersebut "memprovokasi" nasionalis kulit putih dengan mempraktikkan politik identitas dan mendukung "kelompok-kelompok yang dilindungi".
Apakah yang dimaksud dengan "rasisme" dan apakah itu dibenarkan untuk membatasi diskusi akademis?
Pertama, rasisme; dimulai dengan contoh ini:
"Mereka bodoh."
Itu yang ibuku selalu katakan ketika aku terganggu oleh rasisme yang kujumpai di sekolah.
Aku satu-satunya gadis kulit hitam di foto kelas dari kelas 1 sampai kelas 8. Aku tumbuh sebagai salah satu dari beberapa gadis kulit hitam di sekolah menengah, di kampus, di seminar kelulusanku, dan sekarang, di podium pertemuan universitasku. Ketika teman sebayaku memanggilku "Bibi Jemima", itu bodoh. Ketika seorang teman kelas menyapaku di minggu pertama kuliah dengan komplain mengenai beasiswa bagi mereka yang berwarna kulit lain, itu bodoh. Dan ketika aku salah dikira sebagai penjaga mantel di pesta kolega saya, kebodohan pasti menyelinap ke dalam daftar tamu.
Apakah insiden-insiden di bawah ini rasis?
"Para murid di kelas memanggilku "Bibi Jemima"..." Ini tidak berbeda dengan anak-anak berambut merah dipanggil "kepala-wortel", anak yang kelebihan berat badan dipanggil gendut, atau anak yang botak dipanggil keriting? Dalam setiap keadaan, seorang anak cenderung dipanggil dari ciri khasnya.
Bagaimana dengan: "Ketika seorang teman kelas menyapaku di minggu pertama kuliah dengan komplain mengenai beasiswa bagi mereka yang berwarna kulit lain..." Ini fakta. Ada kebijakan-kebijakan yang menguntungkan siswa keturunan Afrika-Amerika. Dan juga alami jika murid-murid yang tidak mendapat kebijakan tersebut merasa tersinggung.
Dan yang terakhir: "Dan ketika aku salah dikira sebagai penjaga mantel di pesta kolega saya.." Kenapa ini rasis? Jika kebanyakan kolega berkulit putih dan kebanyakan penjaga mantel berkulit hitam, maka satu-satunya kulit hitam, di dalam kelompok penuh dengan kulit putih, sangat mirip dengan penjaga mantel. Banyak orang, mau kulit hitam atau putih, cenderung memilih yang sesuai dengan mereka.
Contoh-contoh di atas mungkin tidak dimaksudkan demikian, tetapi dapat dirasakan. Salah diagnosa berujung pada salah sangka.
Banyak perdebatan kontroversial di mana kita bisa yakin pada satu sisi tetapi tidak begitu yakin pada sisi lain, contohnya seperti perbedaan ras dan gender dan, misalnya, kontroversi perubahan iklim. Haruskah kita mengadakan diskusi mengenai kecenderungan perempuan terhadap cedera dalam olahraga atau keunggulan negara Kenya yang memiliki pelari-pelari jarak jauh tercepat? Dan bagaimana dengan kritik terhadap perubahan iklim karena CO2? Haruskah perdebatan-perdebatan seperti ini dihapuskan dari silabus?
Mendiskusikan topik-topik seperti ini sangat penting bagi pendidikan. Menyajikan sebuah gagasan—gagasan apapun, baik ataupun buruk—tidak pernah merusak dalam lingkungan akademis.
Mungkin dapat dipahami bahwa beberapa akan tersinggung dengan contoh-contoh ini. Perbaikan yang harus dilakukan adalah dengan tidak membatasi diskusi-diskusi akademis tetapi dengan menumbuhkan kepekaan terhadap kesulitan yang dialami dan untuk melihat lebih luas dan memahami motif yang sebenarnya di belakangnya, baik oleh kulit putih atau hitam.
Sumber: Racism is everywhere, is it really?
Tulisan ini mengenai kurangnya empati yang dapat berujung pada tuduhan rasisme dan bagaimana pandangan mengenai rasisme yang menular adalah sesuatu yang lebih buruk dari apa yang seharusnya diperbaiki.
Dalam sebuah artikel berjudul Chronicle of Higher Education, ditulis oleh Marcia Chatelain, seorang curricular activist, rasisme ditemukan hampir di mana-mana dan membatasi diskusi akademis merupakan bagian yang penting dalam upaya perbaikan. "Kampus-kampus itu terlibat dalam menumbuhkan dan menyemangati nasionalis kulit putih".
Beberapa orang setuju bahwa kampus-kampus memang "mempromosikan" nasionalis kulit putih. Tapi banyak yang mungkin merasakan bahwa kampus-kampus tersebut "memprovokasi" nasionalis kulit putih dengan mempraktikkan politik identitas dan mendukung "kelompok-kelompok yang dilindungi".
Apakah yang dimaksud dengan "rasisme" dan apakah itu dibenarkan untuk membatasi diskusi akademis?
Pertama, rasisme; dimulai dengan contoh ini:
"Mereka bodoh."
Itu yang ibuku selalu katakan ketika aku terganggu oleh rasisme yang kujumpai di sekolah.
Aku satu-satunya gadis kulit hitam di foto kelas dari kelas 1 sampai kelas 8. Aku tumbuh sebagai salah satu dari beberapa gadis kulit hitam di sekolah menengah, di kampus, di seminar kelulusanku, dan sekarang, di podium pertemuan universitasku. Ketika teman sebayaku memanggilku "Bibi Jemima", itu bodoh. Ketika seorang teman kelas menyapaku di minggu pertama kuliah dengan komplain mengenai beasiswa bagi mereka yang berwarna kulit lain, itu bodoh. Dan ketika aku salah dikira sebagai penjaga mantel di pesta kolega saya, kebodohan pasti menyelinap ke dalam daftar tamu.
Apakah insiden-insiden di bawah ini rasis?
"Para murid di kelas memanggilku "Bibi Jemima"..." Ini tidak berbeda dengan anak-anak berambut merah dipanggil "kepala-wortel", anak yang kelebihan berat badan dipanggil gendut, atau anak yang botak dipanggil keriting? Dalam setiap keadaan, seorang anak cenderung dipanggil dari ciri khasnya.
Bagaimana dengan: "Ketika seorang teman kelas menyapaku di minggu pertama kuliah dengan komplain mengenai beasiswa bagi mereka yang berwarna kulit lain..." Ini fakta. Ada kebijakan-kebijakan yang menguntungkan siswa keturunan Afrika-Amerika. Dan juga alami jika murid-murid yang tidak mendapat kebijakan tersebut merasa tersinggung.
Dan yang terakhir: "Dan ketika aku salah dikira sebagai penjaga mantel di pesta kolega saya.." Kenapa ini rasis? Jika kebanyakan kolega berkulit putih dan kebanyakan penjaga mantel berkulit hitam, maka satu-satunya kulit hitam, di dalam kelompok penuh dengan kulit putih, sangat mirip dengan penjaga mantel. Banyak orang, mau kulit hitam atau putih, cenderung memilih yang sesuai dengan mereka.
Contoh-contoh di atas mungkin tidak dimaksudkan demikian, tetapi dapat dirasakan. Salah diagnosa berujung pada salah sangka.
Banyak perdebatan kontroversial di mana kita bisa yakin pada satu sisi tetapi tidak begitu yakin pada sisi lain, contohnya seperti perbedaan ras dan gender dan, misalnya, kontroversi perubahan iklim. Haruskah kita mengadakan diskusi mengenai kecenderungan perempuan terhadap cedera dalam olahraga atau keunggulan negara Kenya yang memiliki pelari-pelari jarak jauh tercepat? Dan bagaimana dengan kritik terhadap perubahan iklim karena CO2? Haruskah perdebatan-perdebatan seperti ini dihapuskan dari silabus?
Mendiskusikan topik-topik seperti ini sangat penting bagi pendidikan. Menyajikan sebuah gagasan—gagasan apapun, baik ataupun buruk—tidak pernah merusak dalam lingkungan akademis.
Mungkin dapat dipahami bahwa beberapa akan tersinggung dengan contoh-contoh ini. Perbaikan yang harus dilakukan adalah dengan tidak membatasi diskusi-diskusi akademis tetapi dengan menumbuhkan kepekaan terhadap kesulitan yang dialami dan untuk melihat lebih luas dan memahami motif yang sebenarnya di belakangnya, baik oleh kulit putih atau hitam.