Apa yang salah dengan pernikahan relijius?

Ditranslasikan oleh Hamza.
Sumber: What's wrong with this religious wedding?

Pasangan menikah walaupun mereka tidak percaya pada agama.

Dalam kisah pendek yang saya ceritakan kepada sarjana lulusan Universitas Hofstra, karakter utama dalam cerita tersebut, Marcus dan Thea, memutuskan untuk mengadakan acara pernikahan mereka di gereja walaupun keduanya tidak religius.

Pertanyaan yang saya lontarkan kepada para partisipan apakah itu benar untuk mendapatkan restu dari institusi yang religius?

Berikut ini adalah tanggapan mereka:

1. "Saya pikir itu benar bagi mereka untuk menikah dalam upacara pernikahan yang relijius meskipun mereka tidak menganggapnya penting, tetapi mereka tahu bagi keluarga mereka itu penting. Mereka ingin menjaga tradisi dan juga menghormati keluarganya. Tidak ada yang salah dengan ini menurut pendapat saya, karena bagaimana pernikahan mereka terjadi nanti merupakan keputusan mereka dan mereka terlihat seperti pasangan yang bahagia. Mereka tidak dipaksa untuk melakukan pernikahan yang seperti ini, ini yang mereka rasa benar."

2. "Tidak ada masalah untuk menikah dengan upacara keagamaan demi membahagiakan orang-orang yang telah membesarkan mereka, selama itu tidak bertentangan dengan keyakinanmu. Thea dan Marcus bukanlah orang yang relijius, tetapi mereka juga tidak menentang agama ataupun kedua orangtuanya. Saya juga tidak berpikir bahwa upacara pernikahan menentukan kehidupan pernikahan mereka."

Jawaban-jawaban ini menunjukkan bahwa agama bukanlah tentang keyakinan atau kepercayaan melainkan tradisi. Terlebih lagi, hanya untuk menyenangkan orang lain.

Jika kamu memeluk suatu agama dan menganggap tradisi bukanlah sesuatu yang penting, maka ada sebuah masalah. Agama bergantung pada seperangkat keyakinan-keyakinan dan meminta para pengikutnya untuk mengikuti panduan yang mempromosikan kehidupan yang etis.

Hati nurani dan niat baik adalah sesuatu yang esensial dalam agama, tetapi mereka tidak paham akan itu. Bagi mereka bahwa itu, berpartisipasi dalam ritual yang tidak berarti bagi mereka, dapat diterima.  Demi menyenangkan keluarga mereka.

Keinginan untuk menyenangkan keluarga adalah sesuatu yang terpuji, tetapi jika melakukannya berarti menjadi munafik terhadap keyakinan relijius seseorang, upacaranya pun hanya menjadi pertunjukkan biasa. Tetapi jika ini dilakukan berulang kali dan hanya beberapa orang saja yang melihat ini sebagai masalah, kita menjadi saksi mata bahwa peran agama berkurang sebagai pusat untuk kehidupan yang etis menjadi sesuatu yang dipandang sebealah mata oleh masyarakat.