Aku merasakan rasa sakitmu, tapi mengapa?
Ditranslasikan oleh Hamza.
Sumber: I feel your pain, but why?
Mengapa kita dapat merasakan rasa sakit satu sama lain?
Kemampuan untuk merasakan sakit sendiri, tetapi juga rasa sakit orang lain merupakan salah satu esensi dari kemanusiaan. Altruisme, yang merupakan kata dari bahasa latin "Alter" atau "yang lain", tak akan ada tanpa perasaan ini, tetapi baru akhir-akhir ini saja sekitar pertengahan tahun 90an ditemukan studi bagaimana empati dapat bekerja dalam otak manusia dan mengapa hanya spesies kita saja, di antara semua makhluk lain, yang memiliki kemampuan ini untuk merasakan apa yang orang lain rasakan.
Suatu hari pada musim panas di Parma, Italia, seorang neurologist bernama Rizzollati tengah melakukan eksperimen pada monyet ketika terjadi sesuatu yang luar biasa. Rizzollati dan timnya mempelajari bagian dari otak monyet yang berperan dalam merencanakan dan melakukan suatu gerakan. Setiap saat monyet memegang suatu benda, sel yang berhubungan dengan bagian otak itu bereaksi dan menyebabkan monitor berbunyi. Lalu datang momen eureka. Seorang murid Rizzollati datang ke lab membawa sebuah es krim. Ketika ia akan menjilatnya, monitornya berbunyi, meskipun si monyet tidak bergerak melainkan hanya melihat sang murid yang sedang menikmati snack-nya.
"Membutuhkan beberapa tahun bagi kami untuk mempercayai apa yang kami lihat", kata Dr. Rizzollati. Faktanya, ia dan timnya secara tidak sengaja menemukan sel spesial yang disebut mirror neuron yang menyala di otak sang monyet hanya karena ia mengamati suatu aksi. Otak manusia mempunyai mirror neuron yang jauh lebih pintar, fleksibel, dan lebih berevolusi dibanding si monyet.
Mirror neuron merupakan hardware otak yang bertugas menyelaraskan individu dengan lingkungannya. Satu-satunya fungsi dari neuron ini adalah untuk merefleksikan aksi yang kita amati pada orang lain. "Mirror neuron memungkinkan kita untuk memahami pikiran orang lain tidak melalui penalaran konseptual tetapi langsung secara simulasi", demikian yang dijelaskan oleh Rizzollati. "Dengan merasakan, bukan dengan berpikir". Karena mirror neuron-lah kamu merasa malu ketika seseorang dipermalukan, tersentak ketika seseorang tersakiti, dan tidak dapat menahan tawa ketika kamu melihat sekelompok orang yang tertawa terbahak-bahak. Mirror neuron juga merupakan alasan mengapa emosi -baik negatif atau positif- sangat menular, memungkinkan kita untuk merasakan apa yang orang lain rasakan seolah-olah dari dalam diri mereka sendiri. Kita menjadi mereka -hanya sedikit saja- dan membawa dunia luar ke dalam melalui sistem saraf sendiri.
Saat bayi yang baru lahir menatap dunia, membaca mimik muka dan gestur orang-orang yang berada di dekatnya, bayi tersebut mensketsa emosi, perilaku, dan bagaimana dunia bekerja di dalam otaknya. Bayi yang baru lahir, yang belum terlalu bisa melihat, dapat meniru ekspresi wajah dari orang sekitarnya dalam jangka waktu satu jam setelah lahir. Aksi imitasi ini memasok sistem emosional si bayi. Sekedar melihat sebuah gambar yang menunjukkan kebahagiaan dapat merangsang otot wajah yang menarik mulut si bayi menjadi sebuah senyuman.
Dari awal, kita saling merespon perasaan satu sama lain. Ketika seorang bayi mendengar bayi lain menangis, mereka juga menangis untuk menunjukkan bahwa mereka sangat simpatik. Jadi, lain kali kamu akan menangis ketika melihat orang lain menderita, jangan berpaling. Bersyukurlah karena mirror neuronmu bekerja, menjaga hubungan antara hati dan seluruh dunia.
Sumber: I feel your pain, but why?
Mengapa kita dapat merasakan rasa sakit satu sama lain?
Kemampuan untuk merasakan sakit sendiri, tetapi juga rasa sakit orang lain merupakan salah satu esensi dari kemanusiaan. Altruisme, yang merupakan kata dari bahasa latin "Alter" atau "yang lain", tak akan ada tanpa perasaan ini, tetapi baru akhir-akhir ini saja sekitar pertengahan tahun 90an ditemukan studi bagaimana empati dapat bekerja dalam otak manusia dan mengapa hanya spesies kita saja, di antara semua makhluk lain, yang memiliki kemampuan ini untuk merasakan apa yang orang lain rasakan.
Suatu hari pada musim panas di Parma, Italia, seorang neurologist bernama Rizzollati tengah melakukan eksperimen pada monyet ketika terjadi sesuatu yang luar biasa. Rizzollati dan timnya mempelajari bagian dari otak monyet yang berperan dalam merencanakan dan melakukan suatu gerakan. Setiap saat monyet memegang suatu benda, sel yang berhubungan dengan bagian otak itu bereaksi dan menyebabkan monitor berbunyi. Lalu datang momen eureka. Seorang murid Rizzollati datang ke lab membawa sebuah es krim. Ketika ia akan menjilatnya, monitornya berbunyi, meskipun si monyet tidak bergerak melainkan hanya melihat sang murid yang sedang menikmati snack-nya.
"Membutuhkan beberapa tahun bagi kami untuk mempercayai apa yang kami lihat", kata Dr. Rizzollati. Faktanya, ia dan timnya secara tidak sengaja menemukan sel spesial yang disebut mirror neuron yang menyala di otak sang monyet hanya karena ia mengamati suatu aksi. Otak manusia mempunyai mirror neuron yang jauh lebih pintar, fleksibel, dan lebih berevolusi dibanding si monyet.
Mirror neuron merupakan hardware otak yang bertugas menyelaraskan individu dengan lingkungannya. Satu-satunya fungsi dari neuron ini adalah untuk merefleksikan aksi yang kita amati pada orang lain. "Mirror neuron memungkinkan kita untuk memahami pikiran orang lain tidak melalui penalaran konseptual tetapi langsung secara simulasi", demikian yang dijelaskan oleh Rizzollati. "Dengan merasakan, bukan dengan berpikir". Karena mirror neuron-lah kamu merasa malu ketika seseorang dipermalukan, tersentak ketika seseorang tersakiti, dan tidak dapat menahan tawa ketika kamu melihat sekelompok orang yang tertawa terbahak-bahak. Mirror neuron juga merupakan alasan mengapa emosi -baik negatif atau positif- sangat menular, memungkinkan kita untuk merasakan apa yang orang lain rasakan seolah-olah dari dalam diri mereka sendiri. Kita menjadi mereka -hanya sedikit saja- dan membawa dunia luar ke dalam melalui sistem saraf sendiri.
Saat bayi yang baru lahir menatap dunia, membaca mimik muka dan gestur orang-orang yang berada di dekatnya, bayi tersebut mensketsa emosi, perilaku, dan bagaimana dunia bekerja di dalam otaknya. Bayi yang baru lahir, yang belum terlalu bisa melihat, dapat meniru ekspresi wajah dari orang sekitarnya dalam jangka waktu satu jam setelah lahir. Aksi imitasi ini memasok sistem emosional si bayi. Sekedar melihat sebuah gambar yang menunjukkan kebahagiaan dapat merangsang otot wajah yang menarik mulut si bayi menjadi sebuah senyuman.
Dari awal, kita saling merespon perasaan satu sama lain. Ketika seorang bayi mendengar bayi lain menangis, mereka juga menangis untuk menunjukkan bahwa mereka sangat simpatik. Jadi, lain kali kamu akan menangis ketika melihat orang lain menderita, jangan berpaling. Bersyukurlah karena mirror neuronmu bekerja, menjaga hubungan antara hati dan seluruh dunia.