Apakah tujuan sebenarnya dari buku laporan kelas?

Sebuah artikel menarik yang layak dibaca, ditranslasikan dari salah satu blog homeschooling.

-----

Seorang anak asuh kami yang baru masuk ke taman kanak-kanak mendapatkan buku laporannya sendiri. Dokumen yang konyol! Dan beban berat yang ditimpakan ke guru untuk mengikuti standar-standar bodoh yang berlaku.

Dalam kategori-kategori yang ganjil ini, anak dinilai terhadap "partisipasi dalam grup".

Contohnya,

Latihan Membaca Dan Tingkat Kompleksitas Teks
Berpartisipasi dalam aktivitas kelompok membaca dengan tujuan dan pemahaman menggunakan pengetahuan dan membuat prediksi.

Ada satu lagi:
Berpartisipasi dalam variasi dikusi kolaboratif, menceritakan peristiwa-peristiwa penting, dan tanya jawab pertanyaan.

Agak mengerikan. "Berpikir dalam kelompok" merupakan standar baru di taman kanak-kanak. Mengapa saya harus tau seberapa baik seorang anak membaca dalam kelompok? Bukankah membaca merupakan aktivitas individual? Diskusi kolaboratif juga bukan merupakan prioritas utama dalam taman kanak-kanak.



Dalam kategori ini, dia mendapatkan nilai 2 untuk Dasar - Membuat proses yang memenuhi syarat terhadap standar akhir tahun kelas.

Pertama, apa-apaan ini? Apa yang maksudnya dari ini?

Kedua, anak ini membaca dengan lancar dan mudah pada tingkat kelas tiga. Apakah gurunya tidak menyadari bahwa anak dapat membaca dan mengatakan hampir semua yang dibacanya? Saya mengira mereka memberikan Dasar pada semua murid sama rata kecuali tentunya kepada murid yang kepayahan.

Anak ini juga mendapat nilai 2 dalam Matematika untuk menghitung angka dari benda sampai 20. Dia dapat menghitung sampai 100 dengan mudah.

Jadi, jika buku laporan tersebut sesungguhnya tidak benar-benar melaporkan secara akurat apa yang anak ini lakukan secara akademik, lalu apa tujuannya laporan ini? Apakah ada yang diuntungkan darinya?

Seorang teman menjelaskan kepadaku bahwa murid-murid diberikan nilai 2 sehingga buku laporan dapat menunjukkan kemajuan murid pada akhir tahun. Aku melihat dilema guru di sini. Jika sang murid sudah menguasai tujuan akademik akhir tahun pada awal tahun, maka akan sulit untuk menjelaskan mengapa harus repot-repot mengikuti kelas sepanjang tahun?

Aku sebagai homeschooler, tidak mempunyai banyak pengalaman mengenai buku laporan. Aku membuat catatan dengan nilai untuk anak-anak perempuanku yang sudah besar sehingga mereka dapat mendaftar ke perguruan tinggi. Aku menyebut catatan ini sebagai "proyek menulis kreatif". Aku mengatur nilai berdasarkan seberapa baik aku pikir sang anak telah menguasai pelajaran tanpa data rumit yang sebenarnya. Aku memberikan nilai A, A-. B+, B, B-, berdasarkan "perasaan".

Nilai C kebawah tidak ada karena anak-anakku tidak ada yang menyelesaikan suatu objek sampai mereka menguasainya, tidak penting seberapa lama waktu yang dibutuhkan untuk menyelesaikannya, yang mana anak perempuanku masih dalam proses penyelesaian 1 buku Algebra pada kelas 11 tahun pertama.

Meskipun kami masih belum memiliki nilai dalam karya homeschooling, anak-anak perempuanku mendapatkan nilai-nilai yang bagus dalam kuliahnya, sehingga ketiadaan nilai pada tahun-tahun pertama tidak akan menyakitinya.

Source
-----