Homeschooling, Sekolah, dan Toleransi.
Ditulis oleh Andini Rizky.
Satu hal yang populer disebut orang sebagai kekurangan homeschooling adalah: homeschooling mengajarkan pola pikir yang eksklusif individualistis pada anak, sedangkan kalau sekolah, anak diajarkan untuk menerima perbedaan karena di sana mereka bertemu bermacam-macam orang (guru dan anak-anak lain).
Jadi kamu mengira sekolah mengajarkan toleransi pada cara berpikir yang berbeda?
Itu tidak benar.
Sebaliknya, sekolah mengajarkan bahwa cara berpikir yang disetujui oleh sekolah sebagai satu-satunya cara berpikir yang “paling benar”. Anak-anak di sekolah diajarkan untuk takut, waspada, dan curiga terhadap cara berpikir lain yang tidak diterima oleh sekolah. Hal-hal lain yang dianggap “berbeda” akan distigmatisasi, dijauhi, dan dikucilkan, bahkan dihukum. Sekolah itu kaku dan membenci perbedaan.
Parahnya lagi, sekolah menyebabkan anak-anak sekolah dan orang-orang lulusan sekolah selalu merasa pendapatnya paling benar dan paling ‘terbuka pikirannya’ tanpa kemampuan menyadari mereka sebetulnya dengan arogan sedang menutup diri terhadap konsep dan cara berpikir yang berbeda dengan dirinya.
Kita melihat keberhasilan sekolah menanamkan pola pikir “yang berbeda itu salah” di mana-mana. Kita tidak repot-repot menyelidiki mengapa orang lain itu berbeda, tidak repot-repot berusaha memahami cara pikir orang lain. Pokoknya KALAU BERBEDA, itu ANEH DAN PASTI SALAH. Kita, sebagai orang-orang produk sekolah, merasa mustahil kalau orang yang tidak mendapat pengalaman hidup yang sama dengan kita (bersekolah) bisa hidup sukses dan bahagia. Kita antipati terhadap homeschooling dan menganggap homeschooling pasti jelek tanpa bukti sama sekali.
Tentu saja, terbuka pada perbedaan bukannya kita harus menerima cara hidup orang lain sebagai cara hidup kita, melainkan menerima bahwa orang lain memang berbeda dan tidak merendahkan mereka. Hal ini bukan saja tidak diajarkan di sekolah, melainkan memang sekolah mengajarkan yang sebaliknya. Memangnya kenapa, kamu pikir, anak-anak merengek minta dibelikan barang-barang tidak penting (play station, motor baru, dll.) supaya sama seperti teman-temannya di sekolah? “Pokoknya kalau tidak dibelikan, tidak mau sekolah, malu sama teman-teman, nanti aku dikucilkan teman-teman.” Anak-anak sekolah sangat takut menjadi berbeda.
Bagaimana dengan homeschooling? Anak-anak kita akan belajar menerima perbedaan orang lain dari kita, orang tuanya, yang menerima perbedaan anak-anak itu dengan perasaan menghargai, takjub, dan cinta. Kita, orangtuanya, akan memberikan teladan pada anak-anak itu bahwa kita tetap bergaul secara santun dan hormat dengan orang-orang lain yang berbeda prinsip/agama/cara hidup dengan kita.
Hanya pada saat anak-anak merasa dicintai dan diterima keunikannya, mereka bisa menerima perbedaan dan menerapkan toleransi terhadap orang-orang lain yang berbeda dengan dirinya.
Kita tahu sekolah tidak mencintai dan menerima keunikan anak-anak kita. Itulah sebabnya mengajarkan toleransi pada perbedaan adalah tugas orangtua di rumah. Jika anakmu sekolah, itu akan lebih sulit, dan di situlah kekurangan sekolah sekaligus kelebihan homeschooling.
Source
Satu hal yang populer disebut orang sebagai kekurangan homeschooling adalah: homeschooling mengajarkan pola pikir yang eksklusif individualistis pada anak, sedangkan kalau sekolah, anak diajarkan untuk menerima perbedaan karena di sana mereka bertemu bermacam-macam orang (guru dan anak-anak lain).
Jadi kamu mengira sekolah mengajarkan toleransi pada cara berpikir yang berbeda?
Itu tidak benar.
Sebaliknya, sekolah mengajarkan bahwa cara berpikir yang disetujui oleh sekolah sebagai satu-satunya cara berpikir yang “paling benar”. Anak-anak di sekolah diajarkan untuk takut, waspada, dan curiga terhadap cara berpikir lain yang tidak diterima oleh sekolah. Hal-hal lain yang dianggap “berbeda” akan distigmatisasi, dijauhi, dan dikucilkan, bahkan dihukum. Sekolah itu kaku dan membenci perbedaan.
Parahnya lagi, sekolah menyebabkan anak-anak sekolah dan orang-orang lulusan sekolah selalu merasa pendapatnya paling benar dan paling ‘terbuka pikirannya’ tanpa kemampuan menyadari mereka sebetulnya dengan arogan sedang menutup diri terhadap konsep dan cara berpikir yang berbeda dengan dirinya.
Kita melihat keberhasilan sekolah menanamkan pola pikir “yang berbeda itu salah” di mana-mana. Kita tidak repot-repot menyelidiki mengapa orang lain itu berbeda, tidak repot-repot berusaha memahami cara pikir orang lain. Pokoknya KALAU BERBEDA, itu ANEH DAN PASTI SALAH. Kita, sebagai orang-orang produk sekolah, merasa mustahil kalau orang yang tidak mendapat pengalaman hidup yang sama dengan kita (bersekolah) bisa hidup sukses dan bahagia. Kita antipati terhadap homeschooling dan menganggap homeschooling pasti jelek tanpa bukti sama sekali.
Tentu saja, terbuka pada perbedaan bukannya kita harus menerima cara hidup orang lain sebagai cara hidup kita, melainkan menerima bahwa orang lain memang berbeda dan tidak merendahkan mereka. Hal ini bukan saja tidak diajarkan di sekolah, melainkan memang sekolah mengajarkan yang sebaliknya. Memangnya kenapa, kamu pikir, anak-anak merengek minta dibelikan barang-barang tidak penting (play station, motor baru, dll.) supaya sama seperti teman-temannya di sekolah? “Pokoknya kalau tidak dibelikan, tidak mau sekolah, malu sama teman-teman, nanti aku dikucilkan teman-teman.” Anak-anak sekolah sangat takut menjadi berbeda.
Bagaimana dengan homeschooling? Anak-anak kita akan belajar menerima perbedaan orang lain dari kita, orang tuanya, yang menerima perbedaan anak-anak itu dengan perasaan menghargai, takjub, dan cinta. Kita, orangtuanya, akan memberikan teladan pada anak-anak itu bahwa kita tetap bergaul secara santun dan hormat dengan orang-orang lain yang berbeda prinsip/agama/cara hidup dengan kita.
Hanya pada saat anak-anak merasa dicintai dan diterima keunikannya, mereka bisa menerima perbedaan dan menerapkan toleransi terhadap orang-orang lain yang berbeda dengan dirinya.
Kita tahu sekolah tidak mencintai dan menerima keunikan anak-anak kita. Itulah sebabnya mengajarkan toleransi pada perbedaan adalah tugas orangtua di rumah. Jika anakmu sekolah, itu akan lebih sulit, dan di situlah kekurangan sekolah sekaligus kelebihan homeschooling.
Source