Menunggu Pemerintah ramah akan Homeschooling.
Apa alasan banyak keluarga memilih menerapkan homeschooling bagi anak-anaknya? 1001 alasan yang terungkap. Banyak yang menilai, homeschooling merupakan wujud kekecewaan masyarakat terhadap sistem pendidikan yang diterapkan di sekolah formal. Alasan itu tak sepenuhnya benar. Ada pula orangtua yang menerapkan homeschooling karena alasan tertentu. Salah satunya Sumardiono (Aar), ayah yang sudah 10 tahun menerapkan homeschooling kepada ketiga anaknya.
Aar mengungkapkan, homeschooling diterapkannya bukan karena kecewa terhadap sekolah formal. Tetapi, ia menginginkan agar minat dan bakat anak-anaknya bisa tumbuh dan berkembang secara maksimal.
"Saya menerapkan homeschooling kepada anak-anak supaya mereka bisa bebas mengeksplorasi dirinya. Kita tidak dalam posisi menilai, tapi kita ingin pendidikan dapat berkembang. Apalagi, sejatinya anak-anak itu sepenuhnya adalah tanggungjawab orangtua," kata Aar.
Namun, ia mengakui ada keprihatinan terhadap pemerintah, dalam hal ini Kementerian Pendidikan Nasional (Kemdiknas) karena kurang mengakomodir para keluarga homeschooling. Bahkan, menurutnya, saat ini Kemdiknas cenderung mempersulit anak-anak homeschooling.
Penilaian itu bukan tanpa alasan. Pasalnya, meski tidak ada masalah terkait legalitas homeschooling, tetapi mulai tahun ini ada persyaratan bahwa anak-anak homeschooling harus mempunyai rapor untuk mengikuti ujian paket A, B maupun ujian paket C. Padahal sebelumnya, tidak ada persyaratan seperti itu.
Menurut Aar, ada beberapa hal yang memicu kemunduran itu. Salah satunya disebabkan oleh prasyarat kelulusan Uujian Nasional (UN) yang memasukkan 40 persen nilai rapor untuk menentukan kelulusannya. Hal ini, dinilainya, mencerminkan Kemdiknas yang meragukan proses belajar anak-anak dalam homeschooling.
Padahal, menurut Aar, pemerintah tidak perlu mensyaratkan rapor untuk mengambil ijazah ujian paket A, B maupun ujian paket C. Jika memang harus ada yang diperbaiki, menurutnya adalah proses ujiannya agar lebih bersih dan lebih baik, sehingga tidak terjadi lagi kebocoran dan kecurangan pada saat ujian.
"Kalau perlu, uji saja anak-anak homeschooling. Jika gagal, biarkan mereka mencoba lagi di tahun berikutnya. Tapi jangan persyaratkan mereka menyertakan rapor. Karena itu memaksa kita untuk mendaftar pada komunitas belajar, perlu biaya, dan akhirnya akan menghilangkan esensi alternatif dalam homeschooling," papar Aar.
Source.
Aar mengungkapkan, homeschooling diterapkannya bukan karena kecewa terhadap sekolah formal. Tetapi, ia menginginkan agar minat dan bakat anak-anaknya bisa tumbuh dan berkembang secara maksimal.
"Saya menerapkan homeschooling kepada anak-anak supaya mereka bisa bebas mengeksplorasi dirinya. Kita tidak dalam posisi menilai, tapi kita ingin pendidikan dapat berkembang. Apalagi, sejatinya anak-anak itu sepenuhnya adalah tanggungjawab orangtua," kata Aar.
Namun, ia mengakui ada keprihatinan terhadap pemerintah, dalam hal ini Kementerian Pendidikan Nasional (Kemdiknas) karena kurang mengakomodir para keluarga homeschooling. Bahkan, menurutnya, saat ini Kemdiknas cenderung mempersulit anak-anak homeschooling.
Penilaian itu bukan tanpa alasan. Pasalnya, meski tidak ada masalah terkait legalitas homeschooling, tetapi mulai tahun ini ada persyaratan bahwa anak-anak homeschooling harus mempunyai rapor untuk mengikuti ujian paket A, B maupun ujian paket C. Padahal sebelumnya, tidak ada persyaratan seperti itu.
"Menurut saya itu kemunduran, karena jika kemudian anak-anak homeschooling ini harus mendaftar lagi ke suatu komunitas belajar, itu memerlukan biaya lagi. Padahal, dampak sosial terbesar dari homeschooling adalah memangkas biaya pendidikan," ujarnya.
Menurut Aar, ada beberapa hal yang memicu kemunduran itu. Salah satunya disebabkan oleh prasyarat kelulusan Uujian Nasional (UN) yang memasukkan 40 persen nilai rapor untuk menentukan kelulusannya. Hal ini, dinilainya, mencerminkan Kemdiknas yang meragukan proses belajar anak-anak dalam homeschooling.
Padahal, menurut Aar, pemerintah tidak perlu mensyaratkan rapor untuk mengambil ijazah ujian paket A, B maupun ujian paket C. Jika memang harus ada yang diperbaiki, menurutnya adalah proses ujiannya agar lebih bersih dan lebih baik, sehingga tidak terjadi lagi kebocoran dan kecurangan pada saat ujian.
"Kalau perlu, uji saja anak-anak homeschooling. Jika gagal, biarkan mereka mencoba lagi di tahun berikutnya. Tapi jangan persyaratkan mereka menyertakan rapor. Karena itu memaksa kita untuk mendaftar pada komunitas belajar, perlu biaya, dan akhirnya akan menghilangkan esensi alternatif dalam homeschooling," papar Aar.
Source.