Ketika menjadi dermawan tidak memberikan apa yang kamu butuhkan.

Ditranslasikan oleh Hamza.
Sumber: When being giving doesn't give what you need.

Menjadi dermawan memang menyenangkan, tetapi tidak selalu demikian. Sebagai seorang dermawan, kamu mungkin mempertimbangkan kebutuhan seseorang yang sama ataupun lebih besar darimu. Kamu mungkin memperluas dirimu sendiri dalam hal waktu, hadiah, dukungan emosional, atau keinginan dan kebutuhan yang terlihat pada orang lain; sehingga kamu memberi terlepas dari kebaikan hati. Meskipun kamu tidak mengharapkan balasan, kamu mungkin menemukan, berkali-kali, bahwa kamu tidak menerima apapun yang setara dengan yang kamu telah berikan dan kamu mungkin bertanya-tanya mengapa orang lain tidak memiliki kecondongan serupa. Apa yang memotivasi tingkah laku dermawan? Apakah benar-benar terlepas dari kepentingan sendiri maka kita memberi atau ada kemungkinan lain?

Cinta, belas kasih, dan kepedulian dapat memotivasi seseorang untuk memberi, tetapi memberi tanpa pamrih dapat menjadi sesuatu yang merugikan. Naturally, peran memberi dalam sebuah hubungan bersifat rumit atau kompleks dan motivasi dibelakangnya seringkali disamarkan. Ahli sosial telah memperdebatkan masalah ini apakah perilaku altruistik, seperti memberikan atau melakukan sesuatu untuk orang lain yang membutuhkan, merupakan sesuatu yang tidak mementingkan diri sendiri atau egoistic self-serving tanpa disadari. Motivasi yang egois mungkin adalah keinginan untuk menghindari rasa sakit saat menyaksikan orang lain menderita, untuk merasa nyaman terhadap diri sendiri, untuk menghindari rasa bersalah karena tidak mampu bertindak, untuk membangun citra dominan, respons terhadap trauma masa kecil, dan lain-lain.

Empati memainkan peran signifikan dalam perilaku dermawan ini. Meskipun konsep empati secara umum adalah merasakan apa yang dirasakan oleh orang lain, banyak teoritikus dan peneliti menekankan pada banyak aspek lainnya. Gagasan untuk berpikir dan merasakan diri sendiri ke dalam kehidupan batin orang lain (Kohut, 1984), respon afektif yang berkaitan dengan situasi orang lain daripada situasi sendiri (Hoffman, 2000), atau sebuah respon afektif yang berdasarkan pada kesadaran akan keadaan mental seseorang (Eisenberg, Miller, Schaller, Fabes, Fultz, & Shell, 1989). Dari semua definisi, gagasan utamanya adalah kamu dapat "merasakan" keadaan emosional orang lain. Meskipun kamu mungkin berempati terhadap orang lain dan paham apa yang dia rasa, kamu mungkin belum tentu memberikan tanggapan. Untuk beberapa orang, merasakan kesakitan emosional orang lain dapat menjadi sangat menegangkan sehingga respon yang ditampilkan dapat menyebabkan mereka untuk menarik diri, menghindar, atau marah terhadap orang yang kesakitan atau terhadap mereka sendiri. Meskipun demikian, jika kamu condong untuk memberikan sesuatu sebagai tindakan empati terhadap orang lain, menderma dapat memberikan perasaan gembira dan menyenangkan.

Kita dapat termotivasi, terutama sekali, diakibatkan oleh pengaruh biologis. Perasaan gembira dan menyenangkan itu sendiri dapat memotivasimu untuk memberi. Jika kamu mudah merasakan kebahagiaan, ada keinginan untuk berbagi ke orang lain (Gary David, Ph.D., 2013, Personal communication). Pengalaman komplementer di mana kesenangan dan kegembiraan sering melibatkan mutualisme dalam memberi dan menerima (Tomkins, 1963/2008). Sayangnya, ketika tidak ada mutualisme, kegembiraan yang muncul dapat menghasilkan efek negatif dan memberikan pengalaman emosional yang menyakitkan.